KESEMESTAAN METAFORA DALAM AL-QUR'AN
“Bentuk
metafora banyak terdapat dalam ayat-ayat al-Qur'an sebagai salah satu
cara Allah menjelaskan pengertian wahyu-Nya. Nurul murtadho menjelaskan
dalam tulisan ini bahwa metafora dalam al-Qur'an bersifat universal
artinyamempunyai pengertian yang sama dalam budaya manapun. Untuk
menjelaskan keuniversalan ini, ia memakai analisa medan semantik ruang
persepsi manusia menurut model Michael Haley yang membagi nilai
universal dalam sembilan kategori”Penelitian bahasa yang sifatnya unieversal dimulai dengan a) karya Greenberg tahun 1950-an dan konpe-alami rensi bahasa yang bersifat universal di Dobbs Ferry, New York, tahun 1961; dan b) revolusi linguistik ala Chosmsky yang ditandai dengan simposium tentang keuniversalan teori linguistik di Austin, Texas pada tahun 1967. Kedua konperensi ini mewakili dua aliran penelitian yang berbeda selama tahun 1960-an, yang satu berorientasi pada analisis tipologi untuk data lintas linguistik dan yang lain mengarah pada teori-teori bahasa dan bentuk tata bahasa. Dua aliran ini mulai berinteraksi pada tahun 1970-an. Sekarang penelitian tentang kesemestaan bahasa secara luas telah menjadi perhatian utama linguistic (Ferguson 1978: 8-31).
Alasan untuk mencari kemungkinan adanya metafora yang sifatnya universal ialah bahwa tugas teori linguistik adalah untuk mengembangkan sejumlah universalitas linguistik. Studi tentang universalitas linguistik adalah studi tentang kekayaan suatu bahasa yang alami. Di samping itu, asumsi tentang universalitas linguistik hendaknya juga memperhatikan fenomena linguistic seperti metafora (Wahab 1986:23).
Metafora, sebagai salah satu bentuk di-daktik al-Qur'an, menurut Watt (1991:130), lebih sering muncul dalam al- Qur'an ketimbang simile. Pendapat ini didasarkan pada penelitian T. Sabbagh, seorang sarjana Arab modern, yang telah mengumpulkan lebih dari empat ratus kata yang digunakan secara metaforik di dalam al-Qur'an.
Dengan banyaknya metafora, yang dapatdikategorikan sebagai fuzzy concept (konsep yang kabur), dalam kitab suci ummat Islam itu, tulisan ini ingin menganalisisnya berdasar medan semantik ruang persesi manusia oleh Michael Haley yang akan di- paparkan dalam kerangka teori. Data yang dianalisis diambil dari Bacaan Mulia sebuah Zerjemahan al-Qur'an yang bersifat puitis oleh H.B. jassin (1991).
KERANGKA TEORI
Dalam bagian ini disajikan dua hal penting yaitu konsep metafora dan sebuah model analisis yaitu topografi tentang kategori semantik sebagai suatu hirarki yang mencerminkan ruang persepsi manusia.
- Konsep Metafora
Quintilian (Wahab 1986:5) mengatakan bahwa metafora adalah ungkapan kebahasaan untuk mengungkapkan sesuatu yang hidup bagi sesuatu yang hidup lainnya, sesuatu yang hidup bagi sesuatu yang mati, sesuatu yang mati untuk sesuatu yang hidup, dan sesuatu yang mati untuk sesuatu yang mati lainnya.
Untuk menghindari dikotomi umum-khusus, dan hidup-mati seperti dalam dua konsep di atas, Wahab (1991:72) mengajukan konsep metafora dalam komunikasi sebagai ungkapan kebahasaan yang maknanya tidak dapat dijangkau secara langsung dari lambang, karena makna yang dimaksud terdapat pada predikasi ungkapan kebahasaan itu. Dengan kata lain, metafora adalah pemahaman dan penga-laman akan sejenis hal dimak-sudkan untuk perihal yang lain.
Ketiga konsep di atas men-cakup konsep metafora baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Metafora dalam arti sempit adalah bentuk kiasan khusus di antara bentuk-bentuk kiasan yang lain, yaitu: metoni-mi, sinekdoke, hiperbol, dan sebagainya. Metafora dalam sas-tra termasuk dalam kategori ini karena menurut Percy (1981:84) metafora dalam sastra didefiniskan sebagai "an indirect way to compare things, without using 'like' or 'as'." Dengan demikian, simile, perbandingan dengan menggunakan kata-kata: seperti, seakan, bagai, bagaikan, dan sebagainya, tidak termasuk kategori metafora dalam arti sempit. Metafora dalam arti luas mencakup semua bentuk kiasan yang dalam bahasa Indonesia di-istilahkan majas sebagai terjemahan figure of speech. Majas tersebut menurut Moeliono (1989 175:177) diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu 1) majas perbandingan yang terdiri dari perumpamaan, kiasan/metafora, penginsanan/personifikasi; 2) majas pertentangan yang mencakup hiperbol, litotes (understatement), ironi; 3) majas pertautan yang meliputi metonimia, sinekdoke, kilatan, eufimisme. Dalam kajian ini digunakan metafora dalam artinya yang luas.
Selanjutnya dua hal yang perlu diperhatikan dari definisi metafora adalah kriteria substitusi dan kriteria kesamaan. Kriteria substitusi disebut juga transfer yang berarti«bahwa tanda linguistik yang lazim digantikan dengan suatu tanda linguistik yang tidak lazim. Perbedaan kedua kriteria tersebut adalah bahwa kriteria substitusi berlaku untuk metafora dalam arti luas, yakni semua bentuk kiasan. Sedang kriteria kesamaan hanya berlaku untuk metafora dalam arti sempit (Noth dalam Paprotte dan Dirven 1985:1).
- Kriteria dan Model Analisis
Model hirarki yang diusulkan oleh Haley itu dilukiskan dalam urutan sebagai berikut.
BEING
COSMOS
ENERGETIK
SUBSTANTIAL
TERRESTRIAL
OBJECTIVE
LIVING
ANIMATE
HUMAN
Sebagaimana disarankan oleh Haley, setiap kategori harus dihayati sebagai sub-kategori yang ada di atasnya. Ini berarti bahwa kategori HUMAN meru-pakan sub-kategori ANIMATE, ANIMATE merupakan sub-kategori LIVING, begitu sete-rusnya sampai pada kategori yang teratas, yaitu BEING.
Kriteria yang dipakai untuk menentukan kesemestaan meta-fora yang terdapat dalam al-Qur'an ialah berlakunya kesa-maan lambang kias dan makna yang dimaksud dalam sebagian besar budaya di dunia. Dalam hal ini digunakan A dictionary of Symbols (Cirlot 1962). Metafora di dalam al-Qur'an yang memiliki sifat semesta ini dibagi atas sembilan kategori yang dida-sarkan atas medan semantik ruang persepsi manusia model Michael Haley di atas.
KESEMESTAAN METAFORA
Dengan memanfaatkan kriteria, A dictionary of Symbols, dan medan semantik ruang persepsi manusia oleh Haley di atas berikut ini disajikan analisis kesemestaan metafora dalam al-Qur'an dimulai dari kategori yang teratas yaitu BEING sampai yang terbawah yaitu HUMAN. Untuk setiap kategori disajikan satu ayat atau lebih disertai uraian yang diambil dari Assegaf (1992) kemudian dianalisis.
- Being
Atau (keadaannya) seperti kegelapan yang pekat
Di tengah lautan yang luas dan dalam diliputi gelombang.
Di atasnya gelombang, Di atasnya (lagi) awan-awan (yang tebal),
Kegelapan yang pekat lapis berlapis.
Bila ia keluarkan tangannya,
Hampir-hampir tiada ia melihatnya.
Bagi siapa yang tiada diberi Allah cahaya,
Cahaya pun tiada baginya.
Pada ayat ini, Allah mengibaratkan kekufuran itu bagaikan kegelapan yang pekat di tengah lautan yang luas, dalam dan bergelombang. Sedang di atasnya adalah awan hitam yang tebal dan berlapis-lapis. Sehingga bila ia keluarkan tangannya dihadapan matanya, ia sendiri tak mampu melihatnya.
Kekufuran itu gelap dise-babkan karena terputus dari ca-haya Allah yang memancar di alam raya ini. Oleh sebab itu, hati insan yang terputus dari cahaya Allah, ia akan selalu merasa gelisah dan ketakutan. Menurut Cirlot (1962: 77), dalam budaya manapun, kegelapan secara tradisional dikaitkan dengan warna hitam, lambang kesedih-an.
- Cosmic
Allah yang menerangi langitdan bumi.
Perumpamaan cahaya (Allah)
Adalah seperti rongga dalamdinding,
Dalam rongga itu ada pelita,
Pelita itu dalam (bola) kaca.
Kaca itu laksana bintang berkilau,
Dinyalakan dengan (minyak) pohon yang diberkati,
Pohon zaitun yang selalu menerima
Cahaya dari timur dan dari barat,
Yang minyaknya (saj) hampir-hampir berkilau (sendirinya)
Walaupun tiada api menyentuhnya.
Cahaya di atas cahaya!
Allah menuntun kepada cahaya-Nya
Siapa saja yang Ia berkenan,
Dan Allah membuat perumpamaanbagi manusia.
Allah mengetahui segala.
Dalam ayat ini Allah menun-jukkan tentang nur-Nya yang mampu menerangi langit dan bumi. Lebih lanjut ayat ini mengandung metafora dengan tiga lambang kias, yaitu: relung, pelita dan semprong kaca.
- Relung
- Pelita
- Semprong kaca
Ayat ini selanjutnya meng-atakan bahwa minyak yang digunakan untuk menyalakan pelita itu mempunyai kemurnian yang sempurna, yang sampai-sampai dapat membuat pelita itu menyala sekalipun tidak dinya-lakan. Minyak tersebut diambil bukan dari timur atau pun barat, ini menunjukkan bahwa Allah tidak pilih kasih terhadap hamba-Nya.
Yang dibahas di sini adalah lambang bintang yang termasuk dalam kategori Cosmic. Bila dipakai untuk sesuatu yang tinggi bintang mempunyai sifat kesemestaan.
- Energetic
Apakah salah seorang di antara kamu ingin mempunyai kebun dengan korma dan anggur,
Di bawahnya mengalir sungai-sungai,
Dan segala macam bua-buahan ada di dalamnya untuknya, sedang ia menjadi tua,
Dan anak-anaknya (masih) lemah,
Lalu kebun itu dilanda angina kencang yang mengandung api, sehingga terbakar?
Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya)
Supaya kamu memikirkannya. (Al-Baqarah 266)
Kehidupan spiritual yang benar berkali-kali digambarkan Seumpama kita memiliki kebun yang indah dengan pengairan dan tanah yang baik, ada air mengalir, sebuah surga tempat kita menghilangkan penat tubuh dan segala sesuatu yang membebani pikiran, sedangkan usia kita semakin bertambah, dan anak-anak kita masih terlalu muda untuk menjaga diri mereka sendiri, atau mereka kurang sehat. Kemudian bagaimana perasaan kita bila tiba-tiba berhembus angin kencang disertai dengan kilatan cahaya atau api yang memusnahkan segala yang ada di dalamnya, memusnahkan semua harapan kita akan haris esok yang lebih baik.
Bagaimanapun hidup ini penuh dengan segala kemungkinan. Kita mungkin bekerja ke-ras, menabung dan memiliki peruntungan yang baik. Kita mungkin bisa membuat hidup kita senang, dan mempunyai harapan yang tinggi bagi diri kita dan anak-anak kita. Namun angin kencang yang disertai dengan api yang menyala-nyala menghancurkan semua harapan kita. Kita terlalu tua untuk memulainya kembali, sedangkan anak-anak kita masih terlalu muda atau terlalu lemah untuk membantu kita memperbaiki kerusakan. Kesempatan kita hilang, karena kita tidak meleng-kapi diri dengan kemungkinan-kemungkinan lain.
Sesungguhnya ada tindakan pencegahan yang bisa kita la-kukan sebagaimana yang dipe-rintahkan oleh Allah melalui Rasul-Nya, yaitu dengan menaf-kahkan harta di jalan Allah serta bersikap adil terhadap sesama manusia, karena kedua hal ini adalah merupakan jalan untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tanpa itu kita hanya akan terbawa oleh arus perputaran dunia yang tidak pasti.
Angin dan api adalah dua bentuk energi. Angin sebagai lambang kias tidak mempunyai. Dalam budaya Arab dan Yahudi (Cirlot 1962:373), angin dikaitkan dengan kata ruh yang berarti napas. Dalam kedua budaya itu, angin dipakai untuk melam-bangkan aktifitas kehidupan. Akan tetapi, dalam kebudayaan Mesir dan Yunani, angin dipa-hami sebagai lambang kekuatan jahat. Sebab, kalau ia membentuk typhon, ia dapat membinasakan seluruh kehidupan yang dilandanya.
Sementara itu, api sebagai lambang kias mempunyai makna yang universal. Dalam budaya Mesir, Cina dan Yunani, juga budaya Indonesia, api dikaitkan dengan konsep kehidupan, kesehatan, kekuasaan, dan tenaga spiritual.
- Substance
Dan orang yang kafir, Amalnya seperti fatamorgana di tanah yang datar,
Disangka air oleh orang yang sangat dahaga, Sampai, ketika ia tiba di sana,
Didapatinya air itu bukan apa-apa. Tapi ia mendapatkan (ketetapan)Allah amat cepat (menyelesaikan) perhitungan. (An-Nur 39)
Fatamorgana mengandung makna negatif sebagai lambangkehampaan dan kesia-siaan.
- Terrestrial
Dan perumpaan orang yang menafkahkan kekayaannya untuk mencari keridlaan Allah, Dan untuk keteguhan jiwanya, Adalah seperti kebun di tempat yang tinggi.
Hujan lebat menimpanya. Maka dihasilkannya makanan dua kali ganda.
Dan jika tiada hujan lebat menimpanya, (Paling sedikit) ada embun. Allah melihat segala yang kamu lakukan.
Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebuah ladang dengan tanah yang baik dan terletak pada tempat yang baik. Ladang tersebut mendapat curahan hujan yang cukup, sehingga kelembaban mampu menembus hingga ke dalam tanah. Kondisi yang baik ini pada akhirnya akan memberikan hasil yang baik pula, dan bila pada suatu saat curah hujan tidak seperti yang diharapkan, maka tetesan embun sudahlah cukup baginya.
Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah sehat secara spiritual, dalam keadaan lapang ia tak menyimpan hartanya untuk keperluannya sendiri saja, tetapi juga menyisakan sebagiannya untuk orang lain, dan dalam keadaan sempit ia tetap bersabar dan ber-syukur dengan apa yang didapatinya. Ia percaya akan kenik-matan yang nanti akan didapatinya dan itu semakin memperkuat keyakinannya. Orang-orang yang demikian ini tidak akan luput dari kedermawanan Tuhan.
- Object
Kemudian setelah itu,
Hatimu menjadi keras bagaikan batu, bahkan lebih keras lagi.Padahal di antara batu-batu itu,Sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya.
Dan di antaranya,Sungguh ada yang terbelah,Lalu keluarlah mata air dari padanya.
Dan di antaranya,
Sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah.Dan Allah sekali-kali tidak lengah,dari apa yang kamu kerjakan.
(Al-Baqarah 74)
Batu sebagai lambang kias metafora pada ayat di atas, yang menunjukkan adanya makna keras sifatnya semesta.
- Living
Tiadakah kau lihat, bagaimana Allah membuat perumpamaan? Suatu perkataan yang baik Seperti pohon yang baik. Akarnya kuat (terhujam), Dan cabangnya ke langit (menjulang).
Ia menghasilkan buahnya setiap waktu dengan seizin Tuhannya.Dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia,Supaya mereka ingat selalu.
Dan perumpamaan perkataan yang buruk
Adalah seperti pohon yang buruk,
Yang dicabut dari dalam bumi,
Dan tiada kekuatannya.
(Ibrahim 24-26)
Ayat di atas menerangkan bahwa kalam Allah itu baik, artinya bersih dari segala ajaran yang bertentangan dengan akal sehat dan kata hati manusia. Lambang kias metafora di atas adalah pohon yang baik mem-punyai ciri-ciri:
- Akarnya kuat terhujam ke tanah, sehingga tidak akan merunduk karena tertiup angin. la tetap tegak berdiri meskipun badai dan taufan datang menerjang. Demikian halnya dengan firman Allah yang tak akan berubah sedikitpun meskipun tim-bul kecaman dan cacian. Firman Allah itu mendapat hayat dan ja-minan hidup hanya dari satu sumber dan karena itu tidak ada ketidakserasian atau pertentangan dalam prinsip-prinsip ajarannya.
- Dahan-dahannya menjangkau ke langit, yang berarti bahwa dengan mengamalkan firman-Nya, manusia akan dapat naik ke puncak kemuliaan rohani tertinggi.
- Buahnya banyak berlimpah disegala musim. Demikian halnya dengan kalam Allah, berkatnya akan terasa sepanjang masa. Kalam Allah sepanjang masa akan dapat meng-kaderkan manusia, yang karena beramal sesuai dengan ajaran-ajaran-Nya, akan dapat mencapai hubungan dengan Allah. Dan karena kejujuran dan kesuciannya dalam bertingkah laku, ia akan dapat menjulang tinggi dan mengatasi orang-orang yang sezaman dengan mereka. Al-Qur'an memiliki sifat itu dengan ukuran yang sepenuhnya.
- Animate
Perumpamaan orang-orang yang menjadikan berhala-berhala menjadi pelindung. Yang diharapkan pertolongannya,
Selain dari Allah, Sama seperti laba-laba dengan sarangnya. Bahwasannya rumah yang paling rapuh, adalah sarang laba-laba. Itupun kalau mereka menyadari. (Al-Ankabut 41)
Sarang laba-laba sebagai lambang kias yang menandakan kerapuhan, serta tidak bisa melindungi penghuninya dari bahaya yang datang dari luar bersifat semesta.
- Human
Sesudah amarah Musa diam (menjadi reda), diambilnya kembali luh-luh (Taurat) itu. Dan dalam tulisannya, terdapat petunjuk dan rahmatuntuk orang-orang yang takut kepada-Nya. (Al-A'raf 154)
Dalam ayat di atas, amarah dihayati sebagai manusia yang dapat bergerak dan diam. Metafora yang menggunakan lam-bang manusia dan perilakunya itu sifatnya juga semesta.
KESIMPULAN
Dari kajian di atas terungkap bahwa metafora yang ada dalam al-Qur'an mempunyai nilai universal yang terbagi atas sembilan kategori berdasarkan medan semantik ruang persepsi manusia model Michael Haley, seorang filosof dan pakar kebahasaan dari Amerika.
Di samping itu, keberadaan metafora dalam al-Qur'an meru-pakan penjelasan konsep-konsep abstrak dengan makna-makna kongkrit. Dengan kata lain, terda¬pat perhatian konsepsi Qur'ani tentang persepsi manusia, di mana indera manusia diberi peran yang menonjol.
Daftar Pustaka
Assegaf, Ali Ahmad. 1992. Al-amtsal fi al-Qur'an wa al-Hadits. Jakarta: Penerbit Inayah.
Cirlot, JE. 1962. A Dictionary of Symbols. New York: Philosophical Library.
Eco, Umberto. 1985. Semiotics and the Philosophy of Language. London: The Macmillan Press Ltd.
Ferguson, Charles A. 1978. Historical Background of Universal Research dalam Universals of Human Language. Edited by Joseph H. Greenberg. Vol. I. California: Stanford University Press.
Moeliono, Anton M. 1989. Diksi atau Pilihan Kata dalam Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Penerbitan PT. Gramedia.
Noth, Winfried. 1985. Semiotic Aspects of Metaphor dalam The Ubiquity of Metaphor: Metaphor in Language and Thought. Edited by Wolf Paprotte & Rene Dirven. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company. Persy, Bernard. 1981. The Power of Creative Writing. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.
Yassin, H.B. 1991. Al-Qur'an al-Karim, Bacaan Mulia. Jakarta: Penerbit Mizan.
Wahab, Abdul. 1986. Javanese Metaphors in Discourse Analysis. Disertasi University of Illinois, Champaign-Urbana.
……………..1991. Isu Linguistik: Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
Watt, W. Montgomery. 1991, Pengantar Studi al-Qur'an. Jakarta: Penerbit CV Rajawali.
Artikel yang menarik, tetapi untuk mendialogkan teori Haley, mungkin artikel singkat saya tentang teori Haley dalam link https://jokokusmanto.blogspot.co.id/2017/08/kekeliruan-kekeliruan-dalam-memahami.html bermanfaat sebagai dialog keilmuan untuk memajukan ilmu bahasa di Indonesia.
ReplyDeleteterimakasih pak...
ReplyDelete