Thursday, 15 December 2016

PENINGKATAN KUALITAS SDM MELALUI PELATIHAN BAHASA ARAB BAGICALON TKI*

PENINGKATAN KUALITAS SDM MELALUI PELATIHAN BAHASA ARAB BAGICALON TKI*

Abstrak: Lowongan kerja di luar negeri, terutama di negara-negara Timur Tengah sangat banyak, akan tetapi sedikit sekali dari peluang tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh para TKI. Masalah yang menghadang para pencari kerja itu antara lain minimnya penguasaan bahasa asing yang diperlukan dan keterampilan profesi yang jarang dimiliki. Oleh karena itu, perlu dirancang pusat-pusat pelatihan terpadu yang menghasilkan calon-calon tenaga kerja yang siap bersaing. Dalam tulisan ini dipaparkan rambu-rambu perencanaan pelatihan bahasa dan contoh program magang kerja di Jepang.
Kata Kunci: lowongan kerja, penguasaan bahasa asing, keterampilan profesi, pusat pelatihan terpadu, perencanaan pelatihan bahasa.
Bekerja di luar negeri memang menjanjikan penghasilan yang memuaskan. Namun sebelum memutuskan hal itu sebaiknya seseorang memahami terlebih dahulu tata cara menjadi tenaga kerja Indonesia yang profesional sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah agar aman karena mendapatkan jaminan perlindungan hukum.
Informasi tentang penempatan TKI di luar negeri seperti jenis dan jabatan pekerjaan, negara tujuan, gaji, biaya penempatan, syarat, tata cara dan lain-lain dapat diperoleh dari Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat atau Perusahaan Jasa Tenga Kerja Indonesia (PJTKI) yang memiliki SIUP dari Depnaker dan mempunyai permintaan tenaga kerja (job order) dari pengguna jasa di luar negeri. Jenis pekerjaan atau jabatan yang dimint di luar negeri meliputi (a) penatalaksana rumah tangga, (b) garmen, (c) tenaga kerja di perkebunan, (d) operator produksi, dan (e) perawat. Sedangkan negara-negara pengguna jasa adalah: Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Taiwan, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, dan Hongkong (Depnaker Jatim 1999/2000).
Khusus ke negara-negara tujuan Timur Tengah, selama ini yang dapat terlaksana terbatas pada pengerahan tenaga kerja untuk penatalaksana rumah tangga termasuk di dalamnya sopir. Profesi-profesi selain penatalaksana rumah tangga, kebanyakan dimanfaatkan oleh negara-negara tetangga. Alasannya, menurut Menteri Agama Tholhah Hasan, karena calon-calon TKI kurang terampil dalam berbahasa asing. Hal ini berarti bahwa berbagai peluang kerja di luar negeri belum bisa diraih oleh para TKI.
Berdasarkan laporan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Pusat (APJATI Pusat),peluang kerja di negara-negara tersebut mencakup (1) Kuwait: (a) tenaga kesehatan untuk perawat rumah sakit, (b) perusahaan penerbangan Kuwait Airways: light attendant, accounting clerical, computer programmar, guards, messager, ground nurse; (2) Bahrain: konstruksi bangunan (tukang batu dan tukang kayu); (3) Qatar: perminyakan lepas pantai (insinyur perminyakan); (4) Uni Emirat Arab: (a) captain pilot, (b) ground engineer, (c) tenaga kesehatan: perawat rumah sakit dan perawat klinik (Depnaker, UM & APJATI September 2000). Demikian halnya peluang kerja di Arab Saudi sebagaimana terdapat dalam iklan Harian Al-Riyad. Dikemukakan bahwa tenaga kerja yang diperlukan meliputi: sopir pribadi dan angkutan umum, guru anak-anak, guru Al-Qur’an: bacaan, tajwid dan tafsirnya; penjahit wanita, pegawai kantor, sekertaris, kasir, tukang cukur/penata rambut, dokter hewan, pegawai warung internet, tukang las, bagian pemasaran untuk barang-barang medis dan perabot rumah tangga, dan agen bahan makanan.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, pengiriman TKI ke luar negeri tidak seharusnya dilakukan tanap persiapan dan kesiapan yang matang, baik dari segi profesionalisme ketenagakerjaan maupun teknis menghentikan sementara pengiriman TKI ke luar negeri. Pemerintah RI melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Al Hilal Hamdi (Bangsa 16-9-2000), menyatakan bahwa penghentian sementara penempatan TKI yang berlaku mulai September sampai dengan Desember 2000 bertujuan untuk membenahi program penempatan TKI secara menyeluruh baik di dalam maupun di luar negeri sehingga akan diperoleh kualitas penempatan dan perlindungan yang memadai terhadap TKI.
Oleh karena itu, dianggap perlu untuk diadakan pusat-pusat pelatihan terpadu khususnya bagi calon TKI ke Timur Tengah. Pusat pelatihan terpadu ini menggabungkan keterampilan profesi dan bahasa. Untuk merencanakan pelatihan terpadu, pertama kali perlu digali informasi tentang analisis jabatan yang dibutuhkan yang dapat diperoleh melalui Departemen Tenaga Kerja, Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), iklan dalam surat kabar setempat, dan kedutaan besar. Kemudian perlu dijalin hubungan antara Departemen Tenaga Kerja, PJTKI, dan penyelenggara pendidikan kejuruan dan profesi. Dalam tulisan ini disajikan perencanaan pelatihan bahasa dan program magang kerja di Jepang sebagai contoh pelatihan.
PERENCANAAN PELATIHAN BAHASA ARAB
Pengajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus, termasuk didalamnya pengajaran bahasa Arab untuk calon TKI, tidak berbeda dengan pengajaran bahasa asing secara umum. Pengajaran ini merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada tujuan-tujuan komunikatif. Masalah yang mungkin muncul dalam pengajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus, menurut penulis, sama dengan yang dihadapi oleh para pengajar bahasa Inggris untuk tujuan khusus (ESP), yaitu penulisan materi, motivasi peserta, dan dapat atau tidaknya isi dipertanggungjawabkan (Abbot 1978).
Untuk itu, diperlukan penyusunan silabus yang melibatkan sejumlah faktor ekstra linguistik yang menyangkut lingkungan pendidikan, karakteristik pembelajar, keadaan institusi pendidikan beroperasi, bahkan masyarakat tempat terselenggaranya proses belajar mengajar tersebut. Dengan kata lain, apabila diinginkan adanya perbaikan terhadap kekurangan tipe-tipe silabus yang sudah ada agar pembelajar memperoleh kemampuan berkomunikasi yang lebih tepat dengan cara yang lebih efisien, perlu diikutsertakan sejumlah komponen yang lebih besar dalam penyusunan silabus. Komponen-komponen tersebut, menurut Yalden (1985: 86-87), meliputi (1) pertimbangan yang serinci mungkin mengenai tujuan yang ingin diperoleh oleh para pembelajar dalam bahasa sasaran, (2) beberapa gagasan mengenai lingkungan yang merupakan wadah mereka akan menggunakan bahasa sasaran (aspek-aspek fisik yang perlu dipertimbangkan di samping aspek sosial); (3) peranan yang dibatasi secara sosial yang akan dimainkan oleh para pembelajar di dalam bahasa sasaran, di samping peranan lawan bicara mereka; (4) peristiwa-peristiwa komunikatif yang merupkan wadah para pembelajar akan berpartisipasi: situasi sehari-hari, situasi profesi, situasi akademik, dan sebagainya; (5) fungsi-fungsi bahasa yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa tersebut, atau apa yang perlu dilakukan dengan bahasa sasaran tersebut; (6) nosi-nosi yang terlibat, atau apa yang perlu diperbincangkan oleh pembelajar; (7) keterampilan-keterampilan yang terlibat dalam penyatupaduan wacana; keterampilan-keterampilan berwacana dan retoris; (8) variasi bahasa sasaran yang akan diperlukan dan tingkatan dalam bahasa lisan dan bahasa tulis yang perlu dicapai oleh para pembelajar; (9) unsur-unsur gramatikal yang akan diperlukan; (10) unsur-unsur leksikal yang akan diperlukan.
Dari kesepuluh komponen di atas, menurut Yalden (1985:87), hanya dua komponen, yaitu (9) unsur-unsur gramatikal dan (10) unsur-unsur leksikal yang secara tradisional dianggap penting. Komponen-komponen lainnya telah tercakup secara sporadis dan secara tidak sistematis, bergantung pada pertimbangan penting atau tidaknya sebagai bagian perencanaan tugas dalam pengajaran bahasa kedua. Oleh karena itu, pertimbangan terhadap sebagian besar, kalau tidak semua komponen di atas dianggap sebagai hal yang penting.
Selain itu, Yalden (1985:88-89) juga mengajukan delapan tahap dalam program pengembangan bahasa yang dapat dimanfaatkan sebagai langkah-langkah penyusunan silabus. Tahap-tahap tersebut meliputi; (1) Survey kebutuhan (needs survey); (2) deskripsi tujuan yang perlu ditulis dan perlu disesuaikan dengan (a) karakteristik pembelajar, (b) keterampilan-keterampilan pembelajar sebelum dan sesudah program dilaksanakan; (3) seleksi atau pengembangan tipe silabus dalam hal protosyllabus dan keterbatasan-keterbatasan fisik program; (4) menulis silabus dasar yang berisi deskripsi bahasa dan penggunaannya yang perlu dicantumkan dalam program; (5) menulis silabus pedagogis yang berisi pengembangan pengajaran, pembelajaran, dan pendekatan-pendekatan tes yang meliputi (a) pengembangan materi pengajaran (sejauh mungkin), dan (b) pengembangan urutan tes dan penentuan instrumen tes; (6) pengembangan prosedur dalam kelas: pemilihan tipe-tipe latihan dan teknik-teknik pengajaran, menyiapkan rencana pelajaran, dan menyiapkan jadwal mingguan, (b) latihan untuk pengajar yang berupa briefing dan lokakarya tentang prinsip-prinsip, hasil-hasil yang diharapkan, dan menyusun materi pengajaran; (8) tahap ulangan meliputi penentuan tujuan dan performansi pembelajar, isi/materi diuji ulang, materi dan metodologi direvisi.
Dalam kaitannya dengan survei kebutuhan komunikasi, dapat dimanfaatkan model Munby (Astika 1999) yang menggunakan jawaban atas beberapa pertanyaan yang diajukan, yaitu: siapa pembelajarnya? Untuk profesi apa ia memerlukan bahasa Arab? Dimana dan kapan ia memerlukan bahasa Arab dan dengan siapa? Dengan menggunakan media dan cara apa? Apakah ia memerlukan bahasa sehari-hari? Untuk tingkatan yang mana? Untuk berpartisipasi dalam aktifitas komunikasi apa? Dan dengan nada apa? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas akan dipergunakan sebagai dasar pemilihan keterampilan bahasa yang diperlukan, fungsi dan bentuk bahasa yang perlu diikutsertakan.
Di samping masalah kebahasaan, pelatihan calon TKI juga memerlukan pembekalan yang meliputi: pembinaan mental kerohanian, situasi dan kondisi kerja, budaya, adat istiadat dan hukum negara tempatan, hak dan kewajiban, cara mengatasi permasalahan, tata cara perjalanan dan kepulangan, program tabungan dan pengiriman uang, serta penjelasa kelengkapan dokumen yang harus dibawa oleh TKI (Direktorat Jasa Tenaga Kerja Luar Negeri TA 1999-2000).
PROGRAM MAGANG KERJA DI JEPANG
Berbicara tentang pelatihan tenaga kerja, ada baiknya disinggung Association for International Manpower Development of Medium and Small Enterprices, Japan (IMM Japan) yang melaksanakan program penerimaan trainee dan pendidikan generasi muda yang terampil dan terlatih (IMM Japan 1995). Tujuannya adalah untuk memperlancar pembangunan di negara masing-masing serta dapat menjadi rekan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan menengah dan kecil yang ingin menanam modal di luar negeri. Program dilaksanakan selama 2 tahun dan terdiri dari 3 bagian, yaitu: Pelatihan Terpusat, Pelatihan, dan Praktik Keterampilan setelah melalui ujian yang diselenggarakan Depnaker dan Pelatihan Pra Keberangkatan.
Pelatihan Pra Keberangkatan diselenggarakan selama 600 jam (kurang lebih selama 4 bulan) dengan materi pokok pedoman kehidupan di Jepang. Materi tersebut adalah penjabaran tentang Program Pelatihan dan Praktek Keterampilan (Pemagangan) IMM Japan/Depnaker; jadwal program; dan hal-hal yang perlu diperhatikan: perubahan perusahaan penerima dan bidang pekerjaan, larangan bekerja tanpa ijin, paspor, pengiriman uang, tunjangan dan gaji, puasa, hubungan antar rekan kerja, kebiasaan kerja di Jepang, ringkasan Jepang, keadaan darurat, transportasi, telekomunikasi, keuangan/tabungan, perhatian dalam kehidupan sehari-hari dan pedoman keselamatan dan kesehatan kerja.
Adapun rincian program selama di Jepang yang terdiri dari 3 bagian adalah Pertama, Pelatihan Terpusat dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu bulan pertama setelah kedatangan peserta di Jepang yang terdiri dari orientasi oleh IMM Japan Tujuannya adalah agar peserta dapat membiasakan diri secara fisik dan mental terhadap lingkungan Jepang sebelum mengikuti Pelatihan dan Praktik Keterampilan Perusahaan Penerima.
Calon TKI diharapkan dapat merasakan dan memastikan secara langsung hal-hal mengenai kehidupan dan adat istiadat di Jepang seperti yang telah dipelajari di Indonesia. Di samping itu, ia juga diharapkan dapat berlatih menjaga kondisi tubuh diri sendiri. Hasil dari Pelatihan Terpusat akan dipakai untuk menilai layak tidaknya peserta untuk mengikuti tahap selanjutnya, yaitu Pelatihan dan Praktek Keterampilan di perusahaan penerima.
Materi Pelatihan Terpusat terdiri atas Orientasi IMM Japan dan Pelatihan Tingkat Dasar di Pusat Politeknik. Orientasi IMM Japan meliputi: (a) penerangan tentang IMM Japan, (b) jadwal program sejak peserta datang di Jepang sampai kembali ke Indonesia, (c) pelaksanaan prosedur asuransi khusus untuk peserta pelatihan dari luar negeri, (d) penerangan mengenai lingkungan sekitar, fasilitas umum (rumah sakit, kantor polisi, dan lain-lain), (e) latihan praktek membeli barang, (f) latihan praktek menggunakan sarana transportasi (jalur, cara), (g) pelaksanaan prosedur-prosedur lainnya.
Sedangkan Pelatihan Tingkat Dasar di Pusat Politeknik meliputi: (a) peraturan dan adat istiadat dalam bekerja di Jepang: peraturan kerja umum, jam kerja, peraturan di lapangan, pegawai yang diharapkan oleh perusahaan, (b) keselamatan dan kesehatan: maksud keselamatan dan kesehatan kerja, penanggulangan bencana, (c) bahasa Jepang: istilah keselamatan dan kesehatan kerja, istilah yang sering digunakan di lapangan, (d) praktik keterampilan dasar: dasar pemakaian peralatan dan pengoperasian mesin, dan lain-lain.
Belajar selain di Pusat Politeknik. Pendidikan dan pelatihan di Pusat Politeknik pada umumnya dilaksanakan di kelas dan sangat mudah bila dibandingkan dengan Pelatihan Pra Keberangkatan di Indonesia. Tetapi, pelatihan di perusahaan penerima yang sangat berat akan dilaksanakan segera setelah selesai Pelatihan Terpusat. Selama Pelatihan Terpusat, selain berusaha menyesuaikan diri dengan budaya dan lingkungan Jepang, peserta wajib mengulang pelajaran yang diberikan secara aktif dengan instruktur Pusat Politeknik, pegawai tempat tinggal, dan lain-lain. Berdasarkan penelitian (IMM Japan 1995), belajar sendiri selama 1 bulan ini sangat menentuka kemampuan peserta dalam berbahasa Jepang.
Kedua, Pelatihan dilaksanakan mulai bulan ke 2 sampai bulan ke 12 setelah kedatangan peserta di Jepang. Tujuannya adalah agar peserta memperoleh banyak keterampilan dan teknis kerja selama mengikuti program yang dilaksanakan dalam waktu relatif singkat ini. Selama pelatihan dilaksanakan peserta tidak menerima pelajaran seperti pada waktu pelatihan terpusat tetapi ia harus berusaha sendiri untuk mengingat. IMM Japan akan membantu setiap peserta tetapi keberhasilan sangat tergantung pada kesiapan mental peserta sendiri.
Ketiga, Program Praktik Keterampilan dilaksanakan untuk peserta yang lulus Ujian Keterampilan Sertifikasi Negara, menunjukkan prestasi yang baik dalam pelatihan, dan memperoleh ijin perubahan status tinggal. Program ini dilaksanakan dengan ikatan/kontrak kerja antara peserta dengan perusahaan penerima mulai bulan ke 13 sampai degna bulan ke 24 terhitung sejak kedatangan peserta di Jepang. Tujuannya untuk meningkatkan keterampilan dan teknis kerja yang telah diperoleh peserta selama pelatihan. Peserta harus memahami bahwa ikatan antara ia dengan perusahaan penerima adalah ikatan kerja dan harus bekerja sebagaimana mestinya.

DAFTAR RUJUKAN

Abbot, G. 1978. Motivation, Materials, Manpower & Methods: Some Fundamental Problems in ESP. ELT Documents 103:Individualisation in Language Learning. London: The British Council.
Association for International Manpower Development of Medium and Small Enterprices, Japan (IMM Japan) 1995. Pedoman Kehidupan di Jepang. Japan: IMM Japan.
Astika, Gusti. “The Role of Needs Analysis in English for Sprcific Pusposes” dalam TEFLIN JOURNAL Volume X Number 1 August 1999. Malang: Department of English Education Universitas Negeri Malang.
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia, Balai Antar Kerja Antar Negara, Jawa Timur. Dik-S Balaik Akan 1999/2000.
Direktorat Tenaga Kerja Malang, UM, APJATI Komda Jatim, 105.1 FM Millenium 2000. Panduan Sarasehan Menangkap Peluang Kerja di Luar Negeri. Malang: Universitas Negeri Malang.
Direktorat Jasa Tenaga Kerja Luar Negeri. Tata Cara Bekerja ke Luar Negeri. Proyek Penyaluran dan Ekspor Jasa Tenaga Kerja TA 1999/2000.
Harian Al-Riyad Kerajaan Arab Saudi.
Harian Bangsa tanggal 16 September 2000.
Yalden, Y. 1985. The Communicative Syllabus: Evalution, Design, and Implementation. New York: Pergamon Press.

* Tulisan ini disajikan dalam Seminar Sehari Persahabatan Masyarakat Indonesia-Arab di Balai Sidang Universitas Indonesia Depok, 5 September 2000 dan Sarasehan Penyetaraan Kualitas Calon Tenaga Kerja Indonesia Menangkap Peluang Kerja di Luar Negeri Melalui Pelatihan Kesiapan di Gedung A3 Universitas Negeri Malang 20 September 2000

No comments:

Post a Comment